(Kel. 21:16)
”Siapa yang menculik seseorang, entah ia telah menjualnya atau kedapatam masih menahannya, ia pasti dihukum mati.”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, penculikan didefinisikan sebagai ”proses, cara, perbuatan menculik”. Sedangkan menculik diartikan sebagai ”mencuri atau melarikan orang lain dengan maksud tertentu (dibunuh, dijadikan sandera)”.
Ketika hukum ini pertama kali diundangkan sepertinya tindakan penculikan kerap terjadi. Orang Israel pastilah mengingat kisah kejahatan bapak-bapak leluhur mereka yang dengan sengaja menyekap Yusuf—saudara mereka—memasukkannya ke dalam sumur, dan akhirnya menjualnya sebagai budak kepada orang Ismael. Dan orang Ismael akhirnya menjualnya kepada Potifar.
Mungkin, kita bertanya-tanya, mengapa hukuman bagi penculik adalah hukuman mati? Sejatinya tindakan penculikan mirip dengan pembunuhan karena merampas kebebasan seseorang. Tentu, saja tak ada orang yang rela diculik. Itu berarti korban tak ubahnya barang yang diperlakukan dengan sewenang-wenang, terserag penculiknya.
Belum lagi, tindakan penculikan pastilah akan menyakitkan hati keluarga korban. Sebab mereka tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan orang yang diculik. Yang mereka tahu, korban tak lagi bersama mereka—endah hidup atau mati.
Tak hanya itu, sering kali, penculikan bermuara pada perdagangan orang yang menurunkan harkat manusia dari seorang merdeka menjadi seorang budak. Allah tentu saja membenci perbudakan.
Perbudakan sejatinya bersumber pada pendewaan manusia. Artinya, ada manusia yang merasa diri dewa yang boleh memberlakukan manusia lain seenak jidatnya. Pada titik ini Allah pastilah membenci orang yang merasa diri dewa dan merendahkan harkat manusia yang dicipta seturut dengan gambar dan rupanya.
Berkenaan dengan kehidupan berbangsa, perbudakan jelas bertentangan dengan sila kedua: ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Perbudakan pastilah bukan tindakan adil karena tak lagi menjunjung kesetaraan. Pastilah juga bukan tindakan manusia beradab.
Perbudakan sejatinya merupakan praktik homo hominilupus ’manusia menjadi serigala atas sesamanya’. Pada titik ini pula perbudakan telah menurunkan level kemanusiaan pelakunya dari manusia menjadi serigala.
Salam InterGenerasi